Sabtu, 23 Juli 2011

Menengok Bank Sampah di Balla Parang

Laporan : Tim Motivator 

SORE, pukul empat (22/07/2011). Di pemukiman pemulung, ORW Empat, Kelurahan Balla Parang, Kecamatan Rappocini, Makassar. Orang-orang berkumpul di depan rumah mereka. Pada beranda, tiangnya bersandar di rumah dekil beratap rumbia, ibu-ibu mengurai rambut anaknya. Ibu-ibu itu seperti berlomba mencari kutu yang semalam mengusik tidur mereka. Tersenyum, iya, mereka tetap tersenyum. Dan pada matanya menyiratkan kedamaian. Kami menyebut kedamaian. Lantaraan senyum dan tatapan itu tampak tulus sekali. Tidak terlihat desiran curiga seperti sebagian sorot mata di luar sana. Padahal boleh jadi, semalam, kutu berlarian di kulit kepala anak-anak mereka. Belum lagi kerumunan nyamuk berdenging-denging dan barangkali membuat mimpi-mimpinya buyar lantaran ada air got menghitam di tengah pemukiman itu yang boleh jadi tempat nyamuk bersarang. 

Di antara deretan rumah yang dindingnya bocor-bocor terdapat tempat penampungan sampah. Orang-orang di sini menyebutnya bank sampah. Kardus bekas, gelas pelastik bekas, botol bekas, kertas bekas, dan lain-lain yang semuanya bekas. Sampah-sampah itu disimpan dalam tempat penampungan yang diberi sekat. Ada juga besi berkarat. Tidak bercampur dengan yang lainnya. Dan pada tiang bank sampah itu, terdapat sebuah karung besar warnanya putih penuh pelastik bekas yang siap jual. Sebentar lagi, pedagang sampah akan menjemput.

Patta Giling, Ketua ORW setempat, sedang mengamati penampungan sampah itu bersama istrinya. Penampungan sampah itu terbuat dari bambu yang dipoles cat kuning dan hijau. Atapnya terpal. “Penampungan sampah ini baru kami benahi,” kata Patta Giling, “dulu tempat ini memang dijadikan penampungan sampah oleh pengepul lalu kami membuatnya agak lebar dan memberi atap setelah mendapat stimulan dari Yayasan Unilever Indonesia.”

Kelurahan Balla Parang terpilih menjadi wilayah Kampung Pintar. Program yang konsentrasinya pada penguatan bank sampah. Program ini didampingi langsung oleh Yayasan Peduli Negeri Makassar. Karena itulah, pada penampungan sampah yang dibangun Patta Giling bersama pengepul-pengupul itu terpampang spanduk bertuliskan, “Bank Sampah Kampung Pintar ORW 4”.

Sebuah gerobak sampah yang juga berkarat. Rodanya karet dan pegangan yang dililit karet untuk dihela kedua lengan di depan. Gerobak itu sudah kosong. Tadi pagi, seorang anak pengepul mendorongnya keluar masuk lorong menjemput sampah di rumah-rumah warga. Menurut Patta Giling, hanya satu dua pengepul yang suka mendorong gerobak itu. Yang lain lebih suka menggendong karung karena leluasa melompat atau menyeberang got untuk memungut sampah.

Rasa-rasanya kami ingin mendengarkan cerita panjang lebar dari pengepul-pengepul itu setiap hari. Atau sekedar memendarkan pandang ke sekeliling pemukiman, mengamati aktivitas mereka berburu sampah. Tidak jauh dari tempat kami berdiri, bapak-bapak bertelanjang dada sibuk bercengkerama dengan anak-anaknya di depan rumahnya yang kumuh. Mereka bersenda gurau. Melepas lelah setelah sibuk mengumpulkan sampah. Mereka memang bergelut dengan sampah. Kami bersitatap. Lagi-lagi mereka memberi senyum. 

Sebagian anak-anak pengepul itu tidak bersekolah. Seperti biasa, alasannya karena kurang biaya. Mereka lebih memilih membantu orang tuanya mencari sampah untuk dijual. Tentu saja sampah itu dijual untuk mendapatkan uang pembeli beras dan lauk untuk makan sekeluarga. Tapi sekali lagi, mereka tidak mengemis. Mereka bekerja. Mereka memeras peluh. Meski pun pekerjaannya mencari sampah. Tapi Mereka tidak menengadahkan tangan di tepi jalan sambil menggendong anak bayi yang menangis berharap iba dari orang-orang yang berkelebihan.

Begitulah dari hari ke hari pemulung sampah ini melakukan pekerjaannya. Di ORW Empat, sejak program Kampung Pintar berjalan geliat pemulung semakin tampak. Di depan rumah-rumah warga terdapat tempat pemilahan sampah yang selanjutnya dijemput oleh pemulung untuk di bawah ke tempat penampungan sampah sebelum akhirnya dijual kepada pedagang sampah. Yayasan Peduli Negeri akan mendampingi wilayah ini bersama sembilan kelurahan lain di Kota Makassar selama setahun lamanya. Mereka akan mendapat pembinaan tentang reduksi sampah. Maksunya, agar warga penghasil sampah sadar akan sampah dan bisa memilah sendiri sampah karena sesungguhnya sampah tidak selamanya menjadi sampah. Singkat kata, sampah bisa mengasilkan uang. (KP)

1 komentar:

  1. Assalam.. Admin Yth. saya mahasiswi dari kesehatan masyarakat UIN Alauddin.. ada tidak info mengenai profil Bank Sampah di Balla Parang ini? saya tertarik meneliti disana.. Trims..

    BalasHapus